Rabu, 03 November 2010

SHOLAT QASHAR


BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Sholat Qashar adalah melakukan sholat dengan meringkas/mengurangi jumlah raka'at sholat yang bersangkutan. Sholat Qashar merupakan keringanan yang diberikan kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan (safar). Adapun sholat yang dapat diqashar adalah sholat dzhuhur, ashar dan isya, dimana raka'at yang aslinya berjumlah 4 dikurangi/diringkas menjadi 2 raka'at saja. Sholat qashar hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian (musafir).[1]
Seorang musafir dapat mengambil rukhsoh salat dengan mengqashar dan menjama’ jika telah memenuhi jarak tertentu. Beberapa hadits tentang jarak yang diijinkan untuk melakukan salat qashar :
  • Dari Yahya bin Yazid al-Hana?i berkata, saya bertanya pada Anas bin Malik tentang jarak salat Qashar. Anas menjawab: “Adalah Rasulullah SAW jika keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh beliau salat dua rakaat.” (HR Muslim)
  • Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian mengqashar salat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadits mauquf)
  • Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata: “Qashar salat dalam jarak perjalanan sehari semalam.”
  • Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar salat dan buka puasa pada perjalanan menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.
Ibnu Abbas menjelaskan jarak minimal dibolehkannya qashar salat yaitu 4 burd atau 16 farsakh. 1 farsakh = 5541 meter sehingga 16 Farsakh = 88,656 km. Dan begitulah yang dilaksanakan sahabat seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Sedangkan hadits Ibnu Syaibah menunjukkan bahwa qashar salat adalah perjalanan sehari semalam. Dan ini adalah perjalanan kaki normal atau perjalanan unta normal. Dan setelah diukur ternyata jaraknya adalah sekitar 4 burd atau 16 farsakh atau 88,656 km. Dan pendapat inilah yang diyakini mayoritas ulama seperti imam Malik, imam asy-Syafi’i dan imam Ahmad serta pengikut ketiga imam tadi.[2]



BAB II
PEMBAHASAN

Al-HADITS
  
 An-A'Isyata Rodiyallahu Anha Qalats:Awwala Ma furidats As-Sholaatu Rak'ataini Fa Uqarrits Sholaatus Safari Wa Utimmat Sholaatul Hadari (Muttafaqa 'Alaih). Wa Lilbukhari: Tsumma Hajara Fafuridhot Arba'an Wa Uqarrit Sholaatu As-Safari Alal Awwali, Za-da Ahmadu:Illa Al-Magriba Fa innaha Witru Annahari,Wa Illa As-Subha fa innaha Tutawwalu Fiha Al-qira'atu.

1.Terjemah Hadits

           Diriwayatkan dari Aisyah r.a,dia berkata,”pada tahap awal,sholat wajib itu dua rakaat,kemudian di tetapkan sholat safaratau sholat dalam perjalanan dua rakaat dan disempurnakan rakaat bagi sholatyang bukan dalam perjalanan menjadi  empat rakaat (muttafaqah alaih). Di dalam riwayat Al-Bukhar dikatakan ,”kemudian beliau Hijrah ke Medinah, maka sholat wajib menjadi empat rakaat dan sholat safar ditetapkan sebagaimana keadaan semula yakni dua rakaat. Ahmad menambahkan kecuali sholat magrib,karena merupakan penhujung hari dan kecuali sholat subuh karena bacaannya di perpanjang”.[3]

2. KAJIAN KEBAHASAAN

a. Assafaru secara etimologis adalah jarak,sedangkan secara terminologis berarti menempuh jarak atau perjalanan tertentu.

b. Awwala ma furidhati Asshola-tu rak’ataini maksudnya bahwa sholat wajib yang pertama kali diperintahkan oleh Allah pada malamIsra’ adalah dua rakaat,kecuali sholat magrib.

c. Fa ‘uqirrat sholatul hadhori artinya di Allah menetapkan sholat safar selama dua rakaat

d. Wa Utimmat Sholatul Hadhori artinya ditambahkan rakaat pada sholat yang bukan dalam perjalanan (sholat hadhar) sehingga sholat tersebut menjadi sempurna apabila dibandingkan dengan rakaat yag ada dalam sholat safar.

e.  Tsumma hajara   yakni mengadakan  perjalanan ke Madinah

f.   Fa Furidhots Arba’an  artinya menjadi empat rakaat dengan penambahan dua rakaat

g.  Ala Al-Awwali  yakni sebagaimana diperintahkan pertama kali (dua rakaat)

h.   Za-da Ahmadu yakni lafaz Ahmad dari Hadits Aisyah yang mengatakan sebagai berikut [4]

i.         Illa Al-Magriba Fa innaha Witru Annaha-ri   Yakni bahwa sholat-sholat  yang dilakukan pada siang hari itu berakaat genap,kecuali sholat magrib, satu-satunya sholat berakaat ganjil yang dilakasanakan pada waktu penghujung siang hari dan Allah menyukai, sebagaimana dikatakan dalam riwayat sebagai berikut:
Ar        artinya:”sesungguhnya Allah itu ganjil (Esa) dan menyukai sesuatu yang ganjil.”

Oleh karena itu ,sholat magrib disyariatkan ganjil rakaatnya yakni 3 rakaat,sebagaimana halnya sholat malam yang disyariatka ganjil rakaatnya.

j.  Illa As-Subha   yakni tidak ada perubahan dalam pelaksanaannya.sholat subuh dilakukan dengan dua rakaat ,baik dalam keadaan mukim maupun dalam perjalanan.

3. PENJELASAN UMUM

Karena perjalanan dapat menimbulkan kelelahan , Allah menetapkan atau membuat aturan pelaksanaan sholat yang dipersingkat  atau di perpendek. Penyingkatan atau pemendeka sholat ini hanya berlaku bagi sholat yang terdiri atas empat rakaat, yaitu sholat dzuhur,Ashar dan Isya. Mereka yang bepergian dapat  mentyingkat ketiga macam sholat inimenjadi dua rakaat sebagai keringanan sampai mereka kembali ke kampung halamannya. Adapun sholat yag memiliki tiga rakaat,yakni sholat magrib tidak dapat di persingkat atau di perpendek. Hal ini karena sholat magrib merupakan sholat rakaat ganjil di penghujung hari dan Allah mencintainya. Begitu pula sholat yang berakaat dua,yakni sholat subuh, tidak di persingkat sebab bacaannya di perpanjang,sedangkan pemendekan atau penyingkatannya akan menghilangkan pemanjangan bacaan yang di kehendaki.[5]

Pemendekan sholat merupakan sunnah dan keringanan  serta lebih utama daripada melaksanakan sholat secara penuh empat rakaat. Allah mencintai untuk dilakukan semua keringanan-Nya.

Imam abu HAnifah berpendapat bahwa qashor as-sholat,yakni menadikan sholat dua rakaat,adalah wajib sebab dua rakaat itu merupakan asal pokok disyariatkannya sholat. Kemudia diberi tambahan  dalam pelaksanaannya bagi orang yang bermukim dengan landasan hadis Aisyah.

4. PEMAHAMAN KANDUNGAN HADIS

1.       Syari’at memendekkan sholat bagi mereka yang bepergian adalah dalam sholat wajib yang berakaat empat menjadi dua rakaat. Bahkan menurut Ibnu Abbas, dalam kondisi takut sholat dapat dipendekkan menjadi satu rakaat, sebagaimana terkandung dalam hadis yang diriwayatkan olehnya sebagai berikut:
         awwala ma furidat as-sholaatu rak'ataini illa al-magriba fa innaha furidat tsalaasan.

        Akan tetapi jumhur ulama menakwil hadis Ibnu Abbas tersebut bahwa yang di maksud satu rakaat tersebut adalah satu rakaat bersama Imam,sedangkan sisanya dilakukan secara menyendiri. Berkenaan dengan qashor ini Hanafiah berpendapat wajib untuk dilakukan dengan argumentasi bahwa lafaz Furidhots menunjukkan kewajiban. Jumhur Ulama berpendapat bahwa Qashor sholat  itu adalah rukhsah dan pelaksanaan sholat secara sempurna adalah lebih utama. [6] Mereka berpendapat bahwa Lafadz  berarti Qudirhats  dan Furidhots  berargumentasi dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 101 yang artinya “dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashor sholatmu”.

2.       Tidak ada perubahan dalam pelaksanaan sholat subuh dan sholat Magrib dari aturan semula, baik dalam keadaan mukim maupun dalam perjalanan.
3.       Disyariatkan memanjangkan bacaan dalam sholat subuh.


5.TINJAUAN RAWI HADIS

Aisyah Binti Abi Bakar Ash-Shiddiq adalah satu-satunya gadis yang dinikahi oleh Nabi SAW. Ia meriwayatkan hadis sebanyak 2.210 hadis. Menurut Hisyam Bin Urwah, Aisyah meninggal dunia pada tahun 57 H,dan dimakamkan di Baqi’.[7]



BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Sholat Qashar adalah melakukan sholat dengan meringkas/mengurangi jumlah raka'at sholat yang bersangkutan. Sholat Qashar merupakan keringanan yang diberikan kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan (safar). Adapun sholat yang dapat diqashar adalah sholat dzhuhur, ashar dan isya, dimana raka'at yang aslinya berjumlah 4 dikurangi/diringkas menjadi 2 raka'at saja yang di bolehkan bagi musafir saja. Jarak sholat qashor yang di sepakati oleh jumhur ulama adalah sekitar 4 burd atau 16 farsakh yaitu 88,656 km88,656 km.

DAFTAR PUSTAKA

Rahman Taufik,2000.Hadis-Hadis Hukum.Bandung:Pustaka Setia


[2] ibid
[3] Taufik rahman,hadis-hadis hokum hal 35
[4] Ibid hal 36
[5] Ibid hal 37
[6] Ibid hal 38
[7] Ibid hal 39



Tidak ada komentar:

Posting Komentar