Senin, 18 Oktober 2010

Mengambil Hikmah Dari Bencana Yang Menimpa


Manusia tercengang apabila melihat gempa yang dasyat . Suatu keajaiban yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Mereka terhenyak sambil bertanya-tanya “Mengapa ada gempa ini?”. Aakah hubungan antara yang dibicarakan manusia dengan peristiwa yang terjadi? Ada hubungan sebab dan akibat antara berbagai macam kedurhakaan dan kerusakan yag dilakukan manusia,dengan gempa menimpa mereka? Mereka senantiasa bertanya-tanya dan terus bertanya.

Sebagian ada yang berkata .”ini adalah gempa yang bisa terjadi di setiap penjuru bumi, bisa terjadi terhadap orang-orang mukmin dan orang-orang kafir ,bertaqwa dan yang keji. Jadi tidak ada hubungannya dengan istiqamah dan penyimpangan. Mengapa kalian selalu mengait-ngaitkan segala sesuatu dengan agama?, Mengapa kalian berusaha memasukkan agama ke dalam agama ini?.

Ada pula yang berkata ,Tidak!. Gempa ini tidak terjadi begitu saja,tidak terjadi secara kebetulan . sebab ala mini berada dalam kekuasaan Allah SWT. Dialah yang mengatur urusan alam, mengetahui yang kecil dan yang besar sebagaimana Firman-Nya dalam Surat Al-An’m ayat 29 “ Dan tdalah sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahunya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata”. Allah yang mengguncang bumi, memperjalankan aliran air dan membuat agin berhembus. Tapi mengapa terjadi gempa pada saat tertentu dan pada saat lain tidak terjadi gempa?. Mengapa  gempa melanda suatu tempat, sedangkan di tempat lain tidak terjadi gempa, dandengan ukuran yang berbeda-beda? Mengapa satu gempa terjadi dengan kekuatan sekian dan  yang lain sekian?
Dari uraian di atas dapat dijabarkan bahwa ala mini tidak berjalan secara sia-sia. Allahlah yang memperjalankannya dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu di dalamnya. Apapun yang berjalan di alam atas dan alam bawah. Apa yang terjadi di bumi dan apa yang terjadi di langit, tanaman yang tumbuh, matahari terbit, satu biji sawi yang ada di atas tanah, semuanya ada dengan perkenan dari Allah. Jika Allah mengeluarkan sesuatu kejadian, dari tidak ada menjadi ada, pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Inilah yang senantiasa harus di yakini oleh orang islam.

Gempa yang terjadi diberbagai tempat , ada yang dasyat adayang biasa , atau hanya sekedar goncangan saja. Adapula banjir yang menenggelamkan manusia , menghanyutkan tempat tinggal dan menghancurkan berbagai bangunan, seperti yang terjadi di Wasior Papua Barat, Pakistan dan Cina. Adapula angin topan, yang menimpa banyak Negara, seperti Amerika . adapula bencana gunung meletus, yang tidak seorang pun mampu menghentikannya. Semua hal di atas sering dikatakan manusia sebagai gejala alam. Bukankah alam itu benda mati? Alam tidak bisa marah, yang menjalankan alam dan yang mengatur semua isi alam adalah Allah SWT.

Menghadapi peristiwa dan kejadian ini orang-orang mu’min yang terpatri  keimanan dalam hatinya, akan berdiri tegak memperhatikan, mengamati dan mengambil pelajaran. Orang muslim senantiasa mengambil pelajaran dari segala sesuatu dan mengambil pelajaran dari setiap kejadian. Telinganya tida tuli dan matanya tidak buta dan hatinya tidak tertutup dihadapkan pada setiap kejadian.  Mata, telinga dan hatinya di buka agardapat mengambil hikmah dari sesuatu yag telah terjadi. Sesungguhnya Allah ingin memberikan pengertian kepada kita lewat peristiwa-peristiwa tersebut. Allah berkehendak mengajarkan kepada kita bahwa ini adalah ujian. Sebab memang hidup manusia ini dihadapkan pada ujian sebagaimana  Firman Allah yang artinya “ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur , yang kami hendak mengujinya”. (QS.Al-Insaan:2) Dan kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan, dan hanya kepada kamilah dikembalikan”.(QS.Al-Anbiya’35).
Manusia diuji dengan kebaikan dan keburukan, kadang-kadang dengan keburukan yang justru membawa kebaikan, berupa mudarat yang justru bermanfaat. Adakalanya dating bencana yang justru membawa kebaikan, berupa madharat yang justru membawa kebaikan, selagi manusia bisa memaanfaatkan dan mengambil pelajaran darinya. Ini merupakan ujian ,karena Allah pasti akan menguji semua manusia, yang mukmin maupun yang kafir. Bahkan adakalanya ujia ang diberikan pada orang-orang mukmin lebih banyak dari ujian yang diberikan kepada orng kafir. Sebagalam suraimna Firman Allah da Al-Ankabut ayat 2 yaitu” Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibebaskan mengatakan kami beriman,sang mereka tidak di uji lagi”.

Itu smua merupakan satu hikmah dari bemacam-macam hikmah yang terpendam . Hikmah lain yang dapat di petik, bahwa setiap peristiwa itu merupakan peringatan bagi manusia. Peringatan bagi orang-orang yang lalai dan membagunkan mereka yang sedang tertidur lelap dalam kenikmatan dunia. Isi peringatan itu, bahwa Allah hendak mengingatkan kemutlakan dan kekuasaan Allah dan pasti terlaksana kehendak-Nya. Dengan kata lain, jika Allah menghendaki sesuatu, maka cukup baginya dengan berfirman, “Jadilah! Maka jadilah hal itu”. Bumi bergoncang, angin topan bertiup, banjir melanda dan lautan meluap dan segala sesuatu menjadi bergerak, jika dia menghendaki bergerak. Segala sesuatu diam jika dikehendaki diam. Manusia harus tahu kemutlakan kekuasaan-Nya  dan tidak ada sesuatu pun yang berada di luar jangkauan-Nya.
Di sisi lain, semua itu merupakan peringatan bagi manusia agar mereka menyadari kedudukan mereka di bumi ini, siapa sesungguhnya jati diri mereka. Wahai orag-orang yang membanggakan dirinya, wahai orang-orang yang mendongakkan kepalanya,siapa dirimu di alam ini? Engkau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Untuk itu anak manusia di tuntut agar tidak melupakan Allah, penciptanya. Sehingga manusia tidak lupasiapa dirinya. Sebagaimana Firman Allahdalam surat Al-Hasyr ayat 9 “Janganlah seperti orang-orang yang lupa kepada Allah membuat mereka lupa pada dirinya sendiri, mereka itulah orang ang fasik.”

Kebanyakan manusia ingin menghindari kematin dan menganggap kematian itu masih jauh, padahal kematian lebih dekat daripada sandalnya sendiri. Firman Allah  dalam surat An-Nahl ayat 77 yang artinya “ Tidaklah kejadian kiamat itu melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi, sesungguhnya Allah Maha Kuasaatas segala sesuatu”. Allah henda memperingatkan manusia atas semua ini, memperingatkan mereka akan datangnya urusan yang amat besar, yaitu guncangan hari kiamat sebagaimana Firman-Nya dalam Surat Al-Hajj ayat  1-3 yang artinya “ Wahai manusia bertakwalah kepada Tuhan kalian, sesungguhnya keguncangan har kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat be sar (dasyat). Ingatlah pada hari ketika kalian melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusui dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil dan kalian lihat manusia dalam keadaan mabuk,akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.

Dengan peristiwa-peristiwa seperti ini Allah ingin mengingatkan manusia, karena di antara mereka hanya yang melalaikan hari kiamat , yang termasuk kerangka iman. Masalah kiamat ini benar-benar jauh dari pikiran manusia , seakan-akan mereka hidup abadi. Seakan –akan kematian hanya ditetapkan bagi orang lain. Banyak orang tidak mau memikirkan akhirat, ini sungguh celhal maka. Padahal  manusia sangat perlu dan harus  mengingat Allah dan akhirat. Andaikan mereka mau mengingat akhirat, tentu banyak problem yang dapat dipecahkan dan hikmah yang di peroleh di balik perstiwa ini.

Lebih jauh lagi di balik peristiwa ini, agar orang-orang durhaka merasa terketuk untuk bertaubat, agar orang-orang yang seat mau mengikuti petunjuk jalan yang lurus, ini semua merupakan peringatan bagi manusia, agar mereka mengetuk pintu Allah dan berkata seperti yang dikatakan Nabi Adam dan Siti Hawa tatkala diturunkan dari Surga. Suatu pelajaran yang penting , agar manusia mau bertubat karena kedurhakaannya, agar mereka mensucikan diri dari dosa,kerakusan,ketamakan dan syahwat,agar mereka ingat kembali dengan kedatangan hari kiamat yang begitu dasyat. Hari kiamat masih tertunda , apabila di muka bumi ini masih banyak orang-orang yang menyebut asma Allah sebagaimana sabda Nabi SAW “Tiadalah datang hari kiamat selagi di muka bumi masih ada orang yan menyebut Azma Allah”.

Demikian juga terjadi kerusakan di darat dan di lautan hanyalah karena ulah manusia yang durhaka kepada Allah SWT sebagaimana Firman-Nya dalam Surat Ar-Rum ayat 41 yang artinyaKerusakan telah timbul didaratan dan di lautan karena dosa-dosa yang di lakukan oleh tangan-tangan manusia”.

Semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa yang terjadi di sekitar kita, semoga Allah selalu membimbing kita untuk  mengikuti jalan-Nya.Amin

Kemampuan Dalam Pelaksanaan Ibadah Haji

Di susun Oleh    : Roslindawati
Nim                  : 08 211 025
Program Study  : Al-Akhwalu Asy-Syahsiyah
Mata Kuliah      : Met.Penulisan Karya Ilmiah


Haji adalah rukun Islam kelima yang diwajibkan bagi orang yang mampu, baik mampu secara materi, maupun secara ruhani. Sayangnya, orang yang secara materi tergolong mampu, banyak yang belum mau menunaikan ibadah suci ini dengan berbagai alasan. Ada yang mengatakan, Saya sibuk, sulit untuk meninggalkan pekerjaan,” atau “Sebenarnya saya ingin, tapi ibadah saya masih kacau balau takutnya tidak sesuai,” atau “Sayangnya, capek-capek ngumpulin uang, hanya untuk pergi ke Mekah saja.” Berbagai alas an sering dilontarkan sebagai pembela diri.

Perlu kita ketahui bahwasanya hokum haji itu adalah wajib. Dan dasar wajibnya  yang menuntut untuk melaksanakan ibadah haji itu. berdasarkan firman Allah di dalam surat  Ali-Imran ayat 97 yang artinya”Mengerjakan haji ke  Baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu terhadap orang yang sanggup melakukan perjalanan ke sana. Kewajiban menunaikan  haji hanya sekali seumur hidup,namun meskipun hanya sekali tidak semua orang Islam sanggup melakukannya. Maka bersyukurlah bagi orang yang berkesempatan menunaikan ibadah haji karena haji merupakan ibadah Islam yang terbesar yang di dalamnya terkandung berbagai hikmah dan makna yang agung.

Kewajiban haji baru terletak atas pundak setiap muslim sesuai dengan yang diprintahkan Allah bila telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Disamping syarat umum untuk dipikulkan kewajiban kepada seseorang yaitu Islam,Balig dan berakal sehat juga haji mempunyai syarat khusus untuk dipenuhi yaitu harus sanggup/mampu. Yang di maksud dengan mampu atau sanggup disini bukan hanya mampu dari segi materi/financial namun juga harus mampu secara fisik.


haji adalah ibadah jasmani dan harta, seorang muslim meninggalkan tanah airnya, melakukan perjalanan dan menghadapi segala kesulitan. Hidupnya laksana seorang anggota pramuka, tidur di kemah, tidur di tanah, dan dia merasakan berbagai kesulitan, dan dari sisi yang lain, ia juga mengeluarkan harta karena ia harus berpindah (melakukan perjalanan) dari negerinya ke wilayah Al Haram di tanah suci, karena ritual (syiar) haji dilaksanakan disana, karena itu ia sangat memerlukan harta (biaya) yang banyak, karena itu Allah berfirman: “Bagi yang mampu melakukan perjalanan haji”. ( Ali Imran: 97 ).


Telah dinyatakan di dalam beberapa hadits ketika menafsirkan kata “kemampuan melakukan perjalanan haji” bahwa yang dimaksud dengan itu adalah adanya bekal (harta) dan kendaraan. Dengan kata lain, bahwa seseorang yang ingin melaksanakan haji harus menyiapkan bekal (harta) yang dapat mencukupi segala keperluannya untuk melakukan perjalanan dan bermukim (tinggal) serta memiliki kendaraan yang dapat membawanya dan dikendarainya. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak membebani manusia untuk melaksanakan haji dengan berjalan kaki, namun ia mewajibkannya dengan menaiki kendaraan, dan mengendarai kendaraan jelas memerlukan harta. Kalaulah kita ingin menafsirkan makna bekal dan kendaraan dengan bahasa modern, maka kita katakan nafkah (biaya) perjalanan dan bermukim, artinya seorang muslim harus memiliki nafkah untuk melakukan perjalanannya sesuai dengan keadaannya. Di antara muslim ada yang hanya berangkat haji dengan mengendarai bus, ada yang mengendarai mobil, sedangkan yang lain mungkin saja berkata, “Kami tidak bisa melakukan perjalanan kecuali dengan menaiki pesawat terbang”, sedangkan yang lain merasa cukup dengan mengendarai kapal laut, maka semua manusia melaksanakan haji sesuai dengan keadaan dan kemampuannya, dan ini yang berhubungan dengan nafkah perjalanan.

Selain itu, ada juga nafkah (biaya) bermukim, yaitu segala biaya yang diperlukan seorang muslim untuk tinggal di hotel atau rumah yang disewanya, dan masuk di dalamnya seluruh biaya yang diperlukan muslim selama melaksanakan haji.
Namun selain nafkah untuk melakukan perjalanan dan tinggal di Tanah Suci, ada nafkah lain yang tidak bisa dilupakan orang yang ingin melaksanakan haji yaitu memberi nafkah yang mencukupi segala keperluan keluarganya sampai akhirnya ia kembali ke kampung halamannya. Maka janganlah ia meninggalkan keluarganya tanpa nafkah dan biaya hidup, jelas tindakan itu tidak dibenarkan, inilah yang dimaksud dengan arti mampu (Al Istitha’ah).

Dalam ibadah shalat dan puasa tidak diminta syarat ini, syarat di atas hanya diminta dalam melakukan haji, karena ibadah haji adalah hijrah kepada Allah dan pergi menuju-Nya, dan itu memerlukan nafkah yang besar . Oleh karena itu, Allah menyatakan: “Bagi yang mampu melakukan perjalanan haji.” ( Ali Imran: 97 ).

Kewajiban haji itu hanya sekali, barangsiapa menunaikannya lebih dari sekali maka dia telah melakukan sunnah.” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, shahih sebagaimana disebutkan dalam Al-Irwa’)

Oleh karena itu, seorang muslim yang telah memiliki kemampuan, seharusnya segera menjalankan kewajiban yang hanya sekali dalam seumur hidup ini, karena dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya nanti. Bisa jadi tahun ini dia mampu namun karena menundanya akhirnya pada tahun berikutnya dia tidak memiliki kemampuan lagi. Adapun yang dimaksud mampu dalam amalan ibadah haji sebagaimana keterangan para ulama adalah mampu dalam hal fisik atau kesehatan serta mampu dalam hal harta, yaitu biaya untuk perjalanan dan kebutuhan selama ibadah haji serta mampu mencukupi kebutuhan keluarganya yang ditinggal selama menunaikan haji. Adapun jika seseorang telah mampu dalam hal materi akan tetapi tidak mampu secara fisik, maka sebagaimana keterangan para ulama, pada dirinya ada dua kemungkinan. Yang pertama: dia tidak mampu fisiknya karena usianya yang telah lanjut atau karena sakit yang menurut keterangan dokter tidak ada harapan sembuh. Apabila demikian, maka wajib baginya untuk mewakilkan kepada orang lain untuk menghajikannya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim rahimahumallah ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:

يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أَبِيْ أَدْرَكَتْهُ فَرِيْضَةُ اللهِ فِي الْحَجِّ شَيْخًا كَبِيْرًا لاَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: حُجِّيْ عَنْهُ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban menjalankan ibadah haji telah sampai kepada ayahku dalam keadaan beliau sudah lanjut usia yang (membuat beliau) tidak mampu duduk (menempuh perjalanan) di atas kendaraan, apakah perlu bagiku untuk menghajikan atas nama beliau?” Nabi menjawab: “Berhajilah atas namanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Adapun kemungkinan kedua adalah dirinya menderita penyakit yang ada harapan untuk sembuh. Apabila demikian keadaannya, maka diperbolehkan baginya untuk menundanya sampai memungkinkan untuk menunaikannya.
 
Di samping itu para ulama menerangkan bahwa kewajiban haji tidaklah gugur dengan sebab meninggalnya seseorang. Artinya apabila seseorang meninggal dunia dalam keadaan semasa hidupnya dia adalah orang yang wajib untuk menunaikannya, yaitu telah mampu secara fisik dan materi namun belum menunaikan ibadah haji, wajib diambilkan dari hartanya untuk digunakan menghajikan dirinya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits, ketika ada seorang wanita dari Juhainah yang memberitakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ibunya telah bernadzar untuk menjalankan haji, namun dia meninggal sebelum sempat menjalankannya, apakah perlu menghajikan atas nama ibunya? Maka saat itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
نَعَمْ، حُجِّيْ عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهِ؟ اقْضُوْا اللهَ، فَاللهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ
Ya, berhajilah atas namanya. Bukankah apabila engkau mendapati ibumu meninggal dalam keadaan menanggung utang engkau pun akan melunasinya? Maka tunaikanlah kewajibannya kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’alaebih berhak untuk dipenuhi janjinya kepada-Nya.” (HR. Al-Bukhari)

Namun perlu diketahui pula, bahwasanya orang yang diperbolehkan untuk menghajikan orang lain adalah orang yang sudah (pernah) melakukan ibadah haji, sebagaimana disebutkan dalam hadits, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan ada seseorang yang berhaji atas nama orang lain yang bernama Syubrumah. Beliau bertanya kepada orang tersebut:
حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

Sudahkah engkau menunaikan haji atas nama dirimu sendiri?” (Orang yang menghajikan orang lain tersebut) menjawab: “Belum.” (Maka Nabi) berkata: “Berhajilah dulu atas namamu baru kemudian engkau bisa menghajikan Syubrumah.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu).

Selanjutnya perkara penting lainnya yang harus diperhatikan adalah bahwa khusus bagi wanita, dia belum dikatakan mampu untuk menunaikan ibadah haji apabila tidak ada mahram yang menyertainya, meskipun dia mampu secara fisik maupun materi. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ. فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنِّيْ اكْتَتَبْتُ فِيْ غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتِ امْرَأَتِيْ حَاجَّةً. فَقَالَ: اذْهَبْ 
فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ

Janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian dalam jarak safar kecuali bersamanya seorang mahram.” Maka berdirilah seorang laki-laki dan berkata: “Wahai Rasulullah, saya sudah menyatakan diri untuk berjihad mengikuti perang ini dan perang ini, sedangkan istriku telah keluar untuk menjalankan ibadah haji.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pergilah engkau (menyusul istrimu) kemudian berhajilah bersama istrimu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sahabat beliau untuk membatalkan mengikuti jihad agar bisa menemani istrinya dalam menunaikan haji. Hal ini menunjukkan keharusan adanya mahram bagi wanita dalam menunaikan ibadah hajinya.

Dengan demikian haji adalah rukun islam yang ke lima yang di wajibkan bagi orang-orang yang sanggup atau mampu. Dan di dalam pelaksanaan haji tidak hanya di butuhkan kesiapan bekal (materi atau financial) saja akan tetapi juga di butuhkan kesiapan fisik untuk menempuh perjalanan yang jauh dan untuk menghadapi segala kesulitan dan tantangan. Dan oleh karena itu seseorang yang sudah mampu seharusnya segera menjalankan kewajiban yang hanya sekali dalam seumur hidup ini, karena dia  tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya nanti. Bisa jadi tahun ini dia mampu namun karena menundanya akhirnya pada tahun berikutnya dia tidak memiliki kemampuan lagi.

Senin, 11 Oktober 2010

Subjek Dan Objek Hukum

A.Subjek Hukum (Persoon)

           Hukum ditujukan untuk mengatur hubungan antar anggota-anggota masyarakat yang menimbulkan ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat. Ikatan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban.

          Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum adalah manusia. Jadi manusia oleh hukum di akui sebagai pendukung hak dan kewajiban atau di sebut hak dan kewajiban atau di sebut subjek hukum. Pada dasarnya subjek hukum terdiri atas manusia dan badan hukum. 

         Dewasa ini telah berkembang hukum lingkungan modern yang berorientasi pada lingkungan (environment-oriented Law). Kini ruang lingkup hukum lingkungan sangat luas, yakni mengatur tingkah laku manusia dalam hubunganya dengan lingkungan, serta melindungi dan memelihara lingkungan sebagai wadah tempat hidup manusia dalam arti lingkungan mempunyai hak untuk dilindungidan dilestarikan. Berdasarkan pandangan tersebut maka tidak saja manusia dan badan hukum sebagai subjek hukum,tetapi  sekarang lingkungan juga dapat dikatakan sebagai subjek hukum atau sebagai pendukung hak dan kewajiban.

       Setiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama maupun kebudayaan, sejak dilahirkan sampai meninggal dunia adalah subjek hukum,atau pendukung hak dan kewajiban. Sebagai subjek hukum, manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum. Misalnya ia dapat mengadakan persetujuan-persetujuan, perkawinan, membuat testament dan memberikan hibah.

        Jadi pada hakikatnya manusia sejak lahir memperoleh hak dan kewajiban. Apabila ia meninggal dunia maka hak dan kewajibannya akan beralih  kepada ahli warisnya. Tetapi dalam hal ini Undang-Undang juga mengadakan pengecualian, bahwa anak yang masih dalam kandungan pundapat di anggap sebagai subjek hukum jika kepentingannya diperlukan. Hal itu di atur dalam pasal 1 ayat 2 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:"Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, di anggap telah lahir, setiap kali kepentingan si anak menghendakinya".

        Ketentuan tersebut juga menegaskan bahwa hak dan kewajiban anak baru di anggap ada jika ia lahir hidup. Apabila ia lahir mati maka haknya di anggap tidak ada. Misalnya kepentingan anakuntuk menjadi ahli waris dari orang tuanya walaupun ia masih berada dalam kandungan. Ia di anggap telah lahir dan oleh karena itu harus diperhitungkan hak-haknya sebagai ahli waris. Tetapi jika ia lahir dalam keadaan mati maka haknya di anggap tidak pernah ada.

       Disamping itu berdasarkan Undang-Undang,seseorang dapat di naggap telah meninggal dunia jikahilang atau tidak diketahui keberadaannya dan tidak ada kepastian apakah ia masih hidup dalam tenggang waktu setelah lewat lima tahun sejak ia meninggalkan tempat kediamannya.
       
      Disamping manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban, terdapat pula badan hukum diberi status sebagai pendukung hak dan kewajiban seperti manusia yang di sebut badan hukum. Badan hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa (yang bukan manusia) yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. Misalnya dapat melakukan persetujuan,memiliki harta kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan para anggotanya (koperasi). Hak dan kewajiban badan hukum itu sama sekali terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.

        Badan hukum juga dapat berperan sebagai penggugat dan dapat sebagai tergugat seperti halnya manusia. Perbedaannya dengan manusia adalah bahwa badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan dan tidak dapat di hukum penjara kecuali hukuman denda. Untuk menjalankan hak dan kewajibannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurusnya. Walaupun pengurus dari badan hukum itu selalu berganti-ganti , namun badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban tetap ada.

B. Objek Hukum

         Objek Hukum adalah segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum dan dapat di manfaatkan oleh subjek hukum (manusia dan badan hukum) berdasarkan hak dan kewajiban objek hukum yang bersangkutan. Jadi objek iyu adalah sesuatu yang pemanfaatannya di atur berdasarkan jual beli,sewa menyewa,waris mewarisi,perjanjian dan sebagianya.

        Objek hukum juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum yang di sebut hak. Segala sesuatu dapat saja dikuasaioeh subjek hukum.

contohnya: A meminjam buku kepada B. yang menjadi objek hukum dalam hubungan A dan B ialah buku itu serta kekuasaan hak A untuk meminta kembalinya dari B. Buku menjadi objek hukum dari hak kepunyaan A.

         Yang termasuk objek hukum adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum secara yuridis (menurut atau berdasarkan hukum). Hal itu disebabkan oleh manfaatnya yang harus di peroleh dengan jalan hukum (objek hukum) dan tanpa perlu berdasarkan hukum. yakni segala sesuatu yang dapatdi peroleh secara bebasdari alam (benda non ekonomi) seperti angin,cahaya/matahari,bulan,air di daerah-daerah pegunungan yang pemanfaatannya tidak di atur oleh hukum.Hal-hal tersebut termasuk objek hukum karena benda-benda itu dapat di peroleh tanpa memerlukan pengorbanan sehingga membebaskan subjek hukum dari kewajiban-kewajiban hukum dan pemanfaatannya. 

         Biasanya subjek hukum di sebut benda (Zaak). Menurut hukum perdata, benda adalah segala barang dan hak yang dimiliki orang (pasal 499 KUHPerdata). Menurut pasal 503 KUHPerdata benda dapat dibagi menjadi benda berwujud dan tidak berwujud.

  • Benda yang berwujud (lichamelijke zaken) yaitu segala yang dapat di raba oleh panca indera seperti rumah,tanah,gedung,dll 
  • Benda yang tidak berwujud (onlichamelijke) yaitu segala macam hak seperti saham-saham atas kapal laut,hak cipta,dan merek dll.
           Selanjutnya menurut pasal 504KUHPerdata benda juga dapat dibagi atas benda tidak bergerak dan benda bergerak.

1. Benda tidak bergerak (onreorende zaken) meliputi berikut ini:

  • Benda tidak bergerak karena sifatnya sendiri yang menggolongkan kedalam golongan itu,seperti tanah serta segala segala sesuatu yang tetap ada di situ sehingga menjadi kesatuan dengan tanah tersebut. Misalnya bangunan,tanam-tanaman,pohon-pohon serta kekayaan alam yang ada dalam kandungan bumi dan barang-barang lain yang belum terpisah dari tanh itu.
  • Benda tidak bergerak karena tujuannya menggolongkannya ke dalam golongan itu yaitu segala barang yang senantiasa digunakan oleh yang mempunyai dan yang menjadi alat tetap pada suatu benda yang tidak bergerak. Misalnya mesin penggilingan padi yang ditempatkan di dalam gedung perusahaan penggilingan beras dan alat-alat percetakan yang ditempatkan di dalam gedung percetakan. 
  • Benda tidak bergerak karena Undang-Undang menggolongkannya ke dalam golongan itu,yaitu segala hak atas benda yag tidak bergerak,misalnya hak hipotek,hak bina usaha dan hak bina bangunan.
2. Benda bergerak (reorende zaken) meliputi:
  • Benda bergerak karena sifatnya sendiri menggolongkannya ke dalam golongan itu. yang termasuk benda bergerak karena sifatnya sendiri menggolongkannya ke dalam golongan itu ialah segala barang yang dapat dipindahkan dari tempat satu ke tempat lain. Misalnya Mobil, Meja dan Buku,kecuali benda-benda yang sifatnya bergerak telah ditentukan Undang-Undang termasuk golongan benda yang tidak bergerak. 
  • Benda bergerak karena Undang-Undang menggolongkannya ke dalam golongan itu . Yang termasuk golongan benda yang bergerak karena Undang-Undang menggolongkannya ke dalam golongan golongan itu ialah segala hak atas benda yang bergerak.Misalnya hak piutang dan hak gadai.

Kamis, 07 Oktober 2010

TALAK (DIVORCE)

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
 
           Talak merupakan kalimat bahasa Arab yag bermaksud menceraikan atau melepaskan, dan dengan istilah syara' maksudnya adalah melepaskan ikatan perkawinan atau lafas yang menunjukka talak atau perceraian. 
         Jika suami melafaskan kalimat ini kepada istrinya, maka dengan sendirinya mereka berdua telah terpisah dan istrinya berada dalam keadaan iddah. Jika semasa istri dalam keadaan iddah dan keduanya ingin berdamai, maka mereka boleh ruju'semula tanpa melalui proses pernikahan. Sebagaimana Firman Allah SWT di dalam Surat At-Thalaq ayat 2 yang artinya:

"Maka rujuklah mereka dengan cara yang baik atau ceraikanlah mereka dengan baik pula"

BAB II

PEMBAHASAN 

 
A. PENGERTIAN
         Thalak merupakan kalimat bahasa arab yang bermaksud menceraikan atau melepaskan, dan dengan istilah syara' maksudnya adalah melepaskan ikatan perkawinan atau lafaz yang menunjukkan talak atau perceraian
         Talaq menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan,sedangkan menurut istilah talaq adalah melepaskan ikatan perkawinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talaq adalah suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan istri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mencari kebahagiaan untuk berumah tangga. Talaq merupakan perkara yang di benci Allah tetapi dibenarkan.

B. HUKUM TALAK
.
Hukum Talaq menjadi wajib apabila:
  • Jika permasalahan istri tidak dapat didamaikan lagi
  • Dua orang wakil daripada pihak suami istri gagal membuat kata sepakat untukperdamaian rumah tangga mereka.
  • Apabila pihak Qadi berpendapat bahwa talaq adalah lebih baik
  • Jika tidak diceraikan keadaan yang sedemikian, maka berdosalah suami
Dan hukum talaq menjadi haram apabila
  • Menceraikan istri ketika sedang haid atau nifas
  • Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
  • Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalangi istrinya dari menuntut harta pusakanya.
  • Menceraikan istri dengan tiga talak sekaligus atau talak satu tetapi di sebut berulang kali sehingga cukup 3 kali atau lebih.
Dan hukum talaq menjadi Sunnah apabila
  • Suami tidak mampu menanggung nafkah istrinya
  • Istrinya tidak menjaga dirinya
Dan hukum Talaq menjadi makruh apabila
  • Suami menjatuhkan talaq kepada istrinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama.
Dan hukum Talaq menjadi harus apabila
  • Suami yang lemah keinginan nafsunya atau istrinya belum datang haid atau telah terputus haidnya.
C. RUKUN TALAQ

          Adapun yang menjadi Syarat rukunnya talaq bagi suami yaitu:
  • Berakal
  • Bailq
  • Kerelaan sendiri
          Dan bagi istri yang menjadi rukunnya adalah:
  • Akad nikah Sah
  • Belum diceraikan talaq 3 oleh suaminya serta rukun lafasnya yaitu ucapan yang jelas menyatakan perceraiannya dan dengan sengaja bukan paksaan.
D. JENIS TALAQ

               Terdapat beberapa jenis talaq di dalam perceraian , jenis-jenis thalaq ini boleh dikategorikan seperti berikut:
  • Talaq Raj'i yaitu talaq yang boleh di rujuk semasa istri di dalam iddah dengan lafas-lafas tertentu, yaitu pasangan tidak dikehendaki melalui majelispernikahan atau ijab dan qabul. Talaq yang dilafaskan oleh suami hanya dikatakan Raj'i jika ia merupakan talaq yang pertama atau kedua.
  • Talaq battah adalah talaq yang dilafazkan oleh suami kepada istrinya buat selama-lamanya, umpamanya perkataan suami kepada istrinya "Aku Menceraikan kamu untuk selama-lamanya". Menurut pandangan Imam Syafi'i talaq yang seperti ini hanya jatuh menurut niatnya, jika suami berniat satu maka talaq yang jatuh hanya satu, tetapi jika ia berniat tiga maka talaq yang jatuh adalah tiga.
  • Talaq Bain, talaq ba'in ini terbagi menjadi dua yaitu talaq bain sugra dan talak ba'in kubra. Talak bain sugra adalah talak yang diucapkan oleh suami kurang dari 3 kali, tetapi pasangan tidak boleh ruju' kembali melainkan dengan pernikahan yang baru,walaupun istrinya di dalam iddah. sedangkan Talaq ba'in kubra adalah talaq yang telah berlaku kepada pasangan tersebut sebanyak 3 kali. yaitu suami telah menceraikan istrinya sebanyak 3 kali. Pasangan ini boleh ruju' atau nikah kembali,tetapi istri tersebut harus dinikahi oleh laki-laki lain dan hidup sebagai suami istri yang sah. Jika ditakdirkan istri ini berpisah atau suaminya yang kedua meninggal dunia, maka barulah suami pertamanya berhak menikahi matan istrinya itu.
  • Menjatuhkan talaq 3 sekaligus di zaman nabi saw dan Abu Bakar , Talaq yang dijatuhkan 3 dalam satu waktu dihukum hanya jatuh sekali saja. Tetapi semasa Sayyidina Umar menjadi kholifah  beliau telah menghukumkan jatuh ketiga-tiga sekaligus. Keputusan ini di buat Umar karena di zamannya ketika itu masyarakat amat mempermudahkan lafaz talaq yang di buat.
  • Talaq Sunni adalah talaq yang mengikuti Sunnah Nabi Saw, yaitu seorang suami menceraikan istrinya di saat ia telah suci dari haid dan sebelum mereka bersatu , lalu suami meafazkan talaq dihadapan dua orang saksi.
  • Talaq Bid'i adalah talaq yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dalam keadaan berikut: talaq diucapkan suami kepada istrinya yang lagi uzur atau haid, srta talaq yang diucapkan suami sedang istri nifaz, dan talaq diucapkan suami sedang istrinya dalam keadaan suci tetapi suami telah bersatu dengannya.
E. CONTOH LAFAZ TALAQ

             Di dalam talaq terdapat dua lafaz yaitu talaq Sarih dan talaq Kinayah. talaq Sarih merupakan lafaz dengan bahasa yang erterus terang seperti "Saya talaq kamu,atau Saya ceraikan kamu,atau Saya lepas kamu dari menjadi istri saya dan sebagainya".

             Talaq kinayah yaitu lafaz yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti " Pergilah kamu kembali kepada orang tuamu atau pergilah kamu dari sini atau Saya benci melihat muka kamu dan sebagainya". Namun lafaz kinayah memerlukan niat suaminya yaitu jika berniat talaq maka jatulah talaq tetapi jika tidak berniat talaq maka tidak berlaku talaq.


F. HIKMAH TALAQ

          Adapun hikmah disyariatkannya talaq sangat jelas sekali, karena boleh jadi dalam kehidupan rumah tangga tidak ada kecocokan antara suami istri sehingga muncul sikap saling membenci yang disebabkan oleh tingkat keilmuan yang rendah, pemahaman terhadap nilai agama yang minim atau tidak memiliki akhlak mulia atau semisalnya. Sehingga talaq merupakan jalan keluar yang paling tepat sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa ayat 130 yang artinya:" Jika keduanya bercerai , maka Allah akan memberikan kecuupan kepada masing-masing daripada limpahan karunianya."(Q.S.An-Nisa:130).

BAB III

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

          Allah membenci Talaq namun juga membolehkannya karena Talaq adalah satu rahmat dari Allah kepada hamba-Nya yang membuka pintu penyelesaian terakhir kepada perselisihan dan perseteruan suami istri apabila tiada jalan yang lain lagi yang bisa menyelamatkan mereka. dan apabila ikatan dan hubungan kemesraan dan kasih sayang antara suami istri semakin meruncing., tidak lagi sehaluan dan tidak lagi sepaham malah sering terjadi pertengkaran dan pengaduan sehinnga tiada lagi jalan penyelesaian lain kecuali dengan cara talaq.



 DAFTAR PUSTAKA
Rahman Abduh,H,1992.Kompilasi Hukum islam.Jakarta:.Akademik Pressindo
Ali Zainuddin,2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia


Al-Qur'anul Karim,2009. Cipta Media












Rabu, 06 Oktober 2010

HUKUM PRIVAT (The Law Of Private/Familie


A.DEFENISI

Pada dasarnya  hokum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hokum privat dan hokum public. Hukum privat di sebut juga hokum perdata atau hokum sipil. Hokum privat adalah  salah satu bidang hokum yag mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu atau mengatur kepentingan yang bersifat keperdataan. Salah satu contoh hokum privat dalam masyarakat atdalah jual beli rumah atau kendaraan. Istilah hokum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof.Djojodiguno sebagai terjemahan dari burgerelijkrecht pada masa pendudukan Jepang.

Para ahli memberikan batasan hokum perdata, seperti berikut ini. Van Dunne mengartikan hokum perdata khususnya pada abad ke-19 adalah sebagai suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya,hak milik dan perikatan. 

Defenisi ini mengkaji defenisi hokum perdata dari aspek pengaturannya. Focus pengaturannya pada kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatannya. Defenisi lain tentang pengertian hokum perdata dikemukakan H.F.A.Vollmar dan Sudikno Mertokusumo.

Vollmar berpendapat bahwa hokum perdata adalah aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyareakat tertentu ,terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas. 

Pandangan Vollmar ini mempunyai kesamaan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo mengartikan hokum perdata sebagai hokum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masarakat. Pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak. Definisi yang dikemukakan oleh Vollmar dan Sudikno Mertokusumo mengkaji definisi hokum perdata dari aspek perlindungan hokum dan ruang lingkupnya.  Perlindungan hokum itu berkaitan dengan perlindungan hokum dan ruang lingkupnya. Perlindungan hokum itu berkaitan dengan perlindungan perrangan yang sau dengan perorangan yang lain, sedangkan ruang lingkupnya mengatur hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masyarakat. 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengertian hokum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu dengan orang yang lain. padahal di dalam teori ilmu hokum bahwa subjek hokum tidak hanya orang, tetapi jugan badan hokum  sehingga definisi-definisi di atas perlu disempurnakan. Oleh karena itu hokum perdataa dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah hokum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hokum satu dengan subjek hokum yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.

 Dan hokum perdata adalah hokum yang memuat semua peraturan-peraturan yang meliputi hubungan-hubungan hokum antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat, dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.

  Kaidah hukm perdata dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hokum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hokum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan,traktat,dan yurisprudensi,Sedangkang hokum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hokum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat.

B,. JENIS HUKUM PRIVAT.

1.        Hokum keluarga

 Istilah hokum keluarga berasal dari terjemahan kata Familierecht (Belanda) atau Law Of familie (inggris). Ali Affandi mengatakan bahwa hokum keluarga diartikan sebagai keseluruhan ketentuan yang mengatur hubunga hokum yang bersangkutan dengan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tak hadir). 

 Tahir Mahmud mengartikan hokum keluarga sebagai prinsif-prinsif hokum yang diterapkan berdasarkan ketaatan beragama berkaitan dengan hal-hal yag secara umum diyakini memiliki aspek religious menyangkut peraturan keluarga,perkawinan,perceraian,hubungan dalam keluarga,kewajiban dalam rumah tangga,warisan,pemberian mas kawin,dll.

  Pendapat lain mengatakan bahwa hokum keluarga adalah mengatur hubungan hokum yang timbul dari ikatan keluarga. Yag termasuk dalam hokum keluarga adalah peraturan perkawinan, peraturan kekuasaan orang tua dan perwalian.

2.       Hukum harta kekayaan

3.       Hukum Benda

 Hukum benda adalah keseluruhan kaidah-kaidah hokum yang mengatur  hubungan-hubungan hokum antara subjek hokum dengan benda dan hak kebendaan. Kaidah hokum benda dibedakan menjadi dua macam yakni hokum benda tertulis dan benda tidak tertulis . hokum benda tertulis adalah kaidah-kaidah hokum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan ,traktat dan yurisprudensi. Sedangkan hokum benda tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hokum yang timbul,tumbuh dan hidup dalam praktek kehidupan masyarakat yang bentuknya tidak tertulis (kebiasaan).

            Ruang lingkup kajian hokum benda meliputi dua hal berikut ini:

a.       Mengatur hubungan atara subjek hokum dengan benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hokum
b.      Mengatur hubungan antara subjek hokum dengan hak kebendaan. Hak kebendaan adalah (Zakelijkrecht) adalah kewenangan untuk menguasai anda.

4.       Hokum perikatan

        Istilah perikatan merupakan terjemahan dari kata Verbintenis (Belanda). Nieuwenhius mengartikan perikatan perikatan sebagai hubungan hokum antar kekayaan antara dua orang atau lebih, dimana pihak yang satu wajib melakukan prestasi ,sedangkan pihak lain berhak atas suatu prestasi.

           Pendapat lain dikemukakan oleh C.Asser’s dan Sudikno Mertokusumo.  C Asser’s mengartikan perikatan sebagai hubungan hokum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih berdasarkan mana orang yang satu terhadap orang lainnya berhak atas suatu penunaian/prestasi dan orang lain ini terhadap orang itu berkewajiban atas penunaian prestasi itu.

         Dan menurut Sudikno Mertokusumo mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hokum yag berisi hak di satu pihak dan kewajiban di pihak lain, yang timbul karena dua orang berhubungan (karena hubungan hokum).

5.       Hukum waris

         Hokum waris adalah hokum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.

C. MACAM-MACAM BADAN HUKUM PRIVATE/PERDATA

           Badan Hukum private terbagi atas:

1.       Perkumpulan 9Veriniging) di atur dalam pasal 1653 KUHPerdata,Stb.1870-64,dan Stb.1939-570 1927-156
2.       Perseroan terbatas ,di atur dalam pasal 36 KUHDagang
3.       Rederji,di atur dalam Pasal 323 KUHDagang
4.       Kekgenootttshappen,
5.       Koperasi, di atur dalam UU Pokok Koperasi No.12 tahun 1967
6.       yayasan

Senin, 04 Oktober 2010

Huuuuu,,Ngarep.com

Susah amat sih ngelupain Elo,,Padahal nginget loe bikin gw menderita bathin
Aku sellu coba n berusaha semampuq tuk ngelupain Elo,,tapi...........tetep aja gak bisa
Loe tetap hadir di ingatanq n bersemayam di hatiq...(cihuy,,,lebay)hehhehe
Kamu emang seperti hantu bagiku,,,,sellu bergentayangan dan mengikuti aq kemanapun aq pergi
Sebenarnya.........................
Aku juga bingung kenapa,,apa yg terjadi...ketemu aja ga pernah,,hanya ketemu lewat dunia maya doank,,,,dunia yang penuh dengan kebohongan ????Ya..mana Q tehe.....how stupid im?
cakep,,ga cakep2 amat,,,tapi why i remember n miss u??
 oh God what the reason with me...    
heheehhehehhehehe
nginget loe bikin gw ketawa ndiri..bisa yah gw punya BF produk luar??gak nyangka gw
yeah walaupun sekarang dah berakhir ,,,,,,  tapi ampe skrg gw masih aja tetp ngarep km ngecall aq,,berharap hubunganq kembali dgnmu return again...,,walaupun hampir tiap hari gw mash chat ma elo tapi rasanya beda,,rasa tawar sekarng...kurang bumbu,,bumbu cintanya membeku tapi moga aja ga expired,,hihihi
i miss u always....dodol   ,,tapi kayaknya itu ga mungkin deh,,
gw selalu berharap meet with u in the real world,,but impossible
Hari ini gw nungguin elo On line,,but km cmn nongol bentar hanya say hello n kemudian menghilang seperti ditelan bumi.....gw kangen dgn panggilanmu ...baby....bla..bla..bla......
god help me kabulkan doaku wujudkan mimpiq,walaupun ini sulit di percaya namun q yakin dgn kebesaranmu,,q percaya dgn kuasamu,,i believe ur power n miracle,amin

DZIHAR DAN ILA' (Fi Kitabi Munakahat II)

BAB II
PEMBAHASAN



A.PENGERTIAN ZIHAR

        Zihar di ambil dari kata Zahr yang berarti punggung . Kalau seseorang suami mengatakan kepada istrinya "Anti Alayya Kazahri Ummi," artinya engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku, berarti si suami telah menzihar istrinya.

          Menzihar tersebut maksudnya suami haram menggauli istrinya untuk selama-lamanya.
Pada zaman Jahiliyyah zihar adalah sama dengan talak. Setelah Islam datang, Zihar bukan talak, zihar adalah perbuatan yang terkutuk dan haram hukumnya. Dan orang yang menzihar istrinya harus membayar kafarat.[1]
Dzihar sebagai tindakan menyerupakan isteri dengan perempuan yang diharamkan (muhrim) baginya (dengan tujuan mengharamkan sang isteri bagi dirinya dan mengharamkan orang lain untuk menikahinya karena belum dicerai.

       Dzihar merupakan kebiasaan masyarakat Arab kuno dalam menghukum atau menzalimi isterinya. Mereka mengucapkan kata-kata dzihar, semisal "punggungmu seperti punggung ibuku" demi mengharamkan isterinya bagi dirinya dan sang isteri tidak bisa dinikahi oleh orang lain karena belum diceraikan secara resmi.[2]

B. HUKUM ZIHAR

Para ulama sepakat mengatakan zihar itu hukumnya haram. Oleh sebab itu orang yang melakukan zihar berarti melakukan perbuatan yang berdosa. Kesepakatan para ulama ini berdasarkan penjelasan yang gamblang dari Al-Qur'an dan Hadits tentang tidak bolehnya zihar:
  1. Haram menyetubuhi istrinya itu sebelum ia membayar kafarat zihar
  2. Penzihar wajib membayar kafarat zihar[3]
             Setelah kafarat ini di bayar oleh penzihar barulah penzihar berhak kembali kepada istrinya. Kafarat zihar yang haruslah dibayar harus berurutan, artinya apabila dia tidak sanggup membayar bentuk kafarat yang pertama maka dia membayar dengan bentuk yang kedua, Selanjutnya bila tidak sanggup membayar bentuk yang kedua, maka dia harus membayar dengan bentuk yang ketiga. Bentuk kafarat zihar tersebut adalah memerdekakan budak perempuan, jika tidak mampu maka dia harus puasa selama dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka dia harus memberi makan kepada 60 orang miskin.

            Hukum syara' memang memperberat kafarat zihar karena syar'i, Allah SWT ingin menjaga kelanggengan hubungan suami istri dan mencegah istri dari perbuatan yang zalim. Sebab dengan tahunya suami bahwa kafarat (denda) zihar itu berat maka dia tentu akan berhati-hati dalam menjaga hubungannya dengan istrinya dan dia diharapkan tidak mau berbuat zalim kepada istrinya dengan cara apapun juga termasuk zihar.[4]
 
          Para ulama sepakat mengatakan bahwa menyamakan istri dengan punggung ibu adalah zihar, tetapi ulama berbeda pendapat dalam hal menyamakan istri dengan punggung bukan ibu. Misalnya menyamakan istri dengan muhrim suaminya, misalnya suami mengatakan " Anti Alayya Kazahri Ukhti" artinya engkau bagiku adalah seperti punggung saudara perempuanku

         Menurut golongan Abu Hanifah menyamakan istri dengan muhrim suami adalah zihar. Al-Auza'i Ats-Tsauri, Asy-Syafi'i dan Zaid Ibnu Ali pada salah satu qaulnya mengatakan bahwa laki-laki menyamakan istrinya dengan salah seorang muhrimnya yang haram dinikahi baginya selama-lamanya baik karena nasab atau karena rada'ah adalah termasuk zihar. Oleh karena itu haram baginya mencampuri istrinya tersebut untuk selama-lamanya.

        Segolongan ulama yang lain mengatakan, menyamakan istri dengan salah seorang mahram yang bukan ibu atau menyamakan istri dengan selain punggung ibu adalah juga termasuk zihar. 

        Dasar Hukum zihar adalah terdapat dalam Surat Al-Mujadalah ayat 1-4 beserta dengan asbabun nuzulnya ayat 1-6 mengenai kasus Aus Bin Ats-Tsamid yang menzihar istrinya bernama Khaulah Binti Malik Ibn Tsalabah. Dasar hukum zihar itu juga berdasarkan riwayat Salamah Ibn sahl Al-Bayadi yang menzihar istrinya di bulan Ramadhan. Di samping itu dasar hukum zihar adalah Surat Al-Ahzab ayat 4.[5]




Artinya:" Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya dan tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu. Dan tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan yang benar."(Q.S.Al-Ahzab:4).[6]

 C PENGERTIAN ILA’
    
            Ila’ menurut bahasa berarti sumpah. Ila’ adalah mazdar  dari Ala, Ya’li,Ilaan sperti a’tha yu’thi semakna dengan itu I’tala, ya’tali aqsama,yaqsimu berarti sumpah. Ila’ adalah suami bersumpah untuk tidak mencampuri istrinya baik menyebut waktu atau tidak menyebut waktu.[7]
           Menurut etimologis (Bahasa) Ila' berarti melarang diri dengan menggunakan sumpah. Sedangkan menurut terminologis (istilah) Ila' berarti bersumpah untuk tidak lagi mencampuri istri.
         Allah SWT berfirman dalam surat (Al-Baqarah ayat 226-227) yang artinya sebagai berikut:
"Kepada orang-orang yang mengila' istri-istrinya diberi tangguh empat bulan lamanya. Kemudian jika mereka kembali kepada istrinya maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka ber'azam (berketetapan hati) untuk thalaq, maka sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah:226-227).

          Allah SWT bwrmaksud menghapuskan hukum yang berlaku pada kebiasaan orang-orang jahiliyah, dimana seorang suami bersumpah untuk tidak mencampuri istrinya selama satu atau dua tahun, bahkan lebih Kemudian Allah SWT menjadikannya empat bulan saja. Waktu empat bulan telah ditetapkan Allah SWT dijadikan sebagai masa penangguhan bagi suami untuk merenungkan diri dan memikirkan, mungkin ia akan membatalkan sumpahnya dan kembali kepada istrinya atau menthalaqnya.

           Menurut Ibnu Abbas,Ila' berarti bersumpah untuk tidak mencampuri istri selamanya. sedangkan Atha' mengatakan Ila' berarti bersumpah dengan nama Allah untuk tidak mencampuri istri selama empat bulan atau lebih. Jika tidak diiringi dengan bersumpah, maka bukan di sebut dengan Ila'.

         Menurut Ibrahim An-Nakha'i "Jika seorang suami bersumpah untuk memurkai, mencelakai, mengharamkan istrinya atau tidak lagi hidup bersama, maka yang demikian itu telah termasuk Ila'." Al-Sya'abi mengatakan: "Segala macam sumpah yang memisahkan antara suami dengan istrinya, maka itu termasuk Ila'.
         Abu Sya'sya' mengatakan: Jika seorang suami berkata kepada istrinya "Kamu haram bagiku, atau Kamu seperti ibuku sendiri atau Telah aku Thalak jika aku mendekatimu. Maka kesemuanya itu trmasuk Ila'.Jika seseorang bersumpah untuk Thalak, memerdekakan budak, menunaikan haji atau umrah atau puasa, maka kesemuanya itu telah di sebut dengan Ila'. Sedang apabila bersumpah nazar mengerjakan sholat atau Tawaf selama satu minggu atau bertasbih sebanyak seratus kali, maka yang demikian itu bukan termasuk Ila'."

       Atha' pernah di tanya mengenai seseorang yang bersumpah untuk tidak mendekati istrinya selama satu bulan dan ternyata ia tidak mendekatinya selama lima bulan, maka ia pun menjawab yang demikian itu sudah termasuk Ila'. dan jika lebih dari empat bulan sebagaimana yang di firmankan Allah maka berarti ia bermaksud menthalaknya. 
       Menurut Qathadah  seorang suami yang bersumpah tidak akan mendekati istrinya selama sepuluh hari, lalu ia meninggalkannya selama empat bulan, maka yang demikian itu termasuk Ila'. Adapun Hasan Basri mengatakan Jika seorang suami berkata " Demi Allah, aku tidak akan mendekati istriku selama satu malam, kemudian ia meninggalkannya selama empat bulan dan itu dimaksudkan sebagai sumpahnya, maka hal itu termasuk sebagai Ila'."

       Imam Malik dan Imam Syafi'i, Abu Tsaur, Imam Ahmad dan sahabat-sahabat mereka berpendapat Sumpah yang menyatakan tidak akan mendekati istri selama empat bulan atau kurang dari itu bukan di sebut sebagai Ila' karena Ila' itu berlaku sebagai sumpah yang menyatakan tidaka akan mendekati istri selama lebih dari empat bulan.

B. SUAMI YANG BERILA' BOLEH KEMBALI ATAU MENCERAIKAN ISTRINYA

           Ali Bin Abi Thalib mengatakan jika seorang suami mengila' istrinya tepat selama empat bulan, maka ia harus berhenti dari ila'nya dan selanjutnya ia harus memilih untuk kembali kepada istrinya atau menceraikannya. dalam hal ini ia harus di paksa. Sedangkan menurut Ibnu Umar seorang suami yang mengila' istrinya lalu diberhentikan setelah empat bulan maka selanjutnya ia boleh kembali kepada istrinya atau menceraikannya. Sulaiman Bin Yasar mengatakan "aku pernah mendengar beberapa laki-laki dari sahabat Rasulullah mengatakan bahwa Ila' itu dapat diberhentikan. Demikian ini juga menjadi pendapat Said Bin Musayyab, Thawus, Mujahid, Qasim Bin Muhammad Bin Abi Bakar, dimana mereka semua menyatakan bahwa Ila' seseorang itu diberhentikan dan selanjutnya diberi pilihan mau kembali atau menthalak istrinya.

       Dari Umar Bin Abdul Aziz, Urwah Bin  Zubair, Abu Mujalas, dan Muhammad Bin ka'ab mereka mengatakan: "Ila' seseorang itu dapat diberhentikan." Sulaiman Bin Yasar mengatakan Aku pernah melihat sekumpulan orang menhentikan orang yang mengila' istrinya setelah lebih dari empat bulan. Selanjutnya ia boleh kembali kepadanya atau menceraikannya. Ini juga merupakan pendapat Imam Malik, Imam Syafi'i Abu Tsaur, Abu Ubaid,Ahmad, Ishak, Abu Sulaiman dan sahabat-sahabat mereka. Namun demikian Imam Malik dan Syafi'i dalam salah satu pernyataannya mengatakan  Jika suami tersebut menolaknya, maka Hakim yang akan menceraikannya.

        Keduanya memang berbeda pendapat, dimana Imam Syafi'i mengatakan Suami tersebut boleh kembali kepada istrinya selama masih dalam masa iddahnya. Jika ia mencampurinya , maka yang demikian itu telah menggugurkan Ila'nya. Sedang apabila ia tidak mencampurinya maka Ila'nya harus dihentikan dan selanjutnya ia boleh memilih kembali kepadanya atau diceraikan oleh hakim, kemudian ia boleh rujuk lagi kepadanya, jika ia mencampurinya maka ila'nya tersebut gugur dan jika tidak mencampurinya maka ila'nya itu harus dihentikan setelah empat bulan, dan selanjutnya diceraikan oleh hakim. Setelah itu diharamkan bagi suaminya kembali kepada istrinya tersebut kecuali setelah istrinya menikah dengan laki-laki lain.

C. THALAK YANG JATUH KARENA ILA'
          
               Menurut Abu Hanifah thalak yang terjadi karena Ila' merupakan thalak Ba'in. Karena jika Thalak itu Raj'i maka dimungkinkan bagi suami untuk untuk memaksanya ruju', sebab hal itu merupakan haknya. Dan demikian itu menghilangkan kepentingan istri dan dimana sang istri tidak dapat menghindarkan dari dari bahaya. Imam Malik, Imam Syafi'i , Said Bin Musayyab dan abu Bakar Bin Abdirrahman mengatakan bahwa ila'itu merupakan thalak Raj'i karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa ila' itu thalak Ba'in.



[1] Djamaan Nur.Fiqh Munakahat:hal 154
[2] http://www.pesantrenvirtual.com/index
[3] Ibid.djaman:154
[4] Ibid 155
[5] Ibid djaman hal 155
[6] Ibid 156
[7] Djamaan Nur.Fiqh Munakahat:hal 159